Skip to main content

Posts

Kehidupan Setelah Menikah

Selamat menempuh hidup baru, ya :) Begitu pesan yang saya baca pada tiap kado yang saya buka bersama suami selepas acara pernikahan. Yes, that’s right. Hidup setelah menikah itu tidak sebelas dua belas dengan hidup ketika masih single. Paham maksudnya kan? Agaknya tagline “selamat menempuh hidup baru” bukan sekedar tagline. It’s real . Benar-benar lembaran baru dan benar-benar memulai semua dari awal. Jadi, nikah itu enak apa enggak? Nikah itu enak, tapi bukan berarti nggak ada nggak enaknya. Single juga gitu. Single itu enak, tapi banyak juga nggak enaknya. Intinya, semua keadaan, semua kondisi, semua keputusan itu ada plus minus nya, ada hukum sebab akibatnya, ada teori timbal baliknya. Nggak akan ada suatu keadaan yang enaaaak terus atau nggak enaaaak terus selama kita masih di dunia. Trus, intinya? Entahlah, setelah sekian lama nggak nulis di blog ini, agaknya hari ini jari jemari udah rindu berat buat nulis di sini. Ya meskipun pada akhirnya tulisanny

Tips Belajar Ngoding

Malam ini saya mau share mengenai pengalaman ngoding selama ini. Yaa, ngoding apa aja mulai dari tugas kuliah, projects, nyoba2 bikin aplikasi, sampai pada tahap launching aplikasi. Dan finally, saya menyimpulkan ada beberapa hal yang bisa menjadi akselerator dalam meningkatkan skill ngoding. Siapa tau bermanfaat buat readers yang mau belajar ngoding. Well, langsung aja :) 1. English Why English? Yah bro sis, namanya juga dunia IT, pasti gak jauh2 dari bahasa Amrik. As we know, tools, library, atau framework kebanyakan memang dikembangkan di luar sana. Jadi, penguasaan bahasa Inggris secara langsung dapat membantu kita dalam memahami dokumentasi tech/tools yang kita gunakan. Atau minimal bisa baca-baca tutorial orang lah ya. 2. English Inggris lagi? Iya. Inggris lagi. Tapi manfaat yang kedua ini masih ada kaitannya dengan poin 1. Jadi misal, kita udah rajin banget baca dokumentasi dan tutorial, tapi tetap aja masalah timbul dan bingung mau diapain nih codingan kita

Pusaran Kebaikan

Sudah menjadi fitrah manusia bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Sejak manusia itu dilahirkan sampai kemudian kelak meninggal dunia, manusia butuh manusia lainnya. Bahkan kadang untuk melakukan sebuah kebaikan sekalipun, kita butuh bantuan orang lain. Kebutuhan terhadap orang lain itulah yang kemudian secara alamiah menggerakkan kita untuk mencari komunitas. Biasanya kita akan cenderung pada orang-orang yang satu frekuensi . Entah itu karena kesamaan pemikiran, kesamaan hobi, kesamaan ideologi, kesamaan kebiasaan, bahkan kesamaan tujuan. Dalam Islam kita diarahkan untuk berkumpul dengan orang-orang sholeh. Bukan berarti islam itu eksklusif. Perintah untuk berkumpul dengan orang-orang sholeh itu lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat prinsipil. Misalnya yang terkait dengan akidah dan ibadah. Dari sanalah kemudian muncul istilah pengajian, mentoring ataupun liqo’. Mengapa Islam menekankan pentingnya berkumpul dengan orang-orang sholeh? Karena berkumpul denga

Radar Iman

Mari belajar tegar dari sosok Hajar, ibunda Nabi Ismail 'alaihi salam. Bagaimana tatkala sang suami, Nabi Ibrahim 'alaihi salam, terpaksa harus meninggalkan dirinya bersama bayinya yang masih merah di padang pasir nan tandus dan gersang. Dalam kebingungan dan ketidak-mengertiannya, Hajar berlari mengejar sang suami, mencoba menghalangi langkahnya untuk pergi, sambil bertanya:  “Mengapa engkau tinggalkan kami?” . Yang ditanya tak menjawab bahkan mengindar kala ditatap. Alih-alih berhenti, sang suami justru mempercepat langkah kaki. Hajar terus berusaha mengejar, dihalang-halanginya sang suami sekuat tenaga. Lalu Hajar kembali bertanya: “Mengapa engkau tinggalkan kami?” Tetap tak ada jawaban. Sang suami masih diam membisu bahkan memilih untuk terus berlalu. Sesaat sebelum berlalu, pandangan mata mereka sempat bertemu. Hajar melihat ada duka sedalam cinta di kedua mata suaminya. Radar imannya menyala, Hajar pun mengganti pertanyaannya:  “Apakah ini perintah Allah?”

Perasaan Tidak Berdosa

Jangan pernah merasa bahwa diri kita suci, merasa diri mulia, merasa diri paling agung, merasa diri paling benar, merasa diri paling hebat, dan merasa diri penuh dengan kelebihan. Jangan pernah menganggap bahwa diri kita tidak punya salah sama sekali. Terlebih, jangan pernah menganggap diri kita tidak punya dosa terhadap Allah dan sesama manusia. Sebab 'perasaan tidak berdosa' itu adalah dosa. Sebagai seorang mukmin kita di tuntun dalam ibadah yang sangat agung yaitu sholat, misalnya. Dzikir yang di tuntun pertama seusai sholat adalah istighfar. Bahkan dalam ibadah pun juga perlu di istighfari. Ini merupakan salah satu upaya agar kita tidak merasa diri ini paling suci dan paling benar. Agar kita tidak merasa bangga dengan segala ibadah kita. Apalagi ibadah yang lain, terutama ucapan kita yang terkadang sering menyalahkan orang lain. Menganggap orang lain buruk dan salah. Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan ibadah kita sedikitpun. Oleh sebab itu jang

Menjaga Izzah dan 'Iffah

Rasa malu itu ibarat mahkota bagi para muslimah. Muslimah yang memiliki rasa malu cenderung lebih mampu menjaga izzah dan 'iffahnya. Tentang rasa malu ini, para muslimah perlu belajar banyak dari Maryam & Fatimah. Maryam pernah diuji dengan penampakan malaikat Jibril yang tampan lagi gagah, hingga dalam Al Qur'an dikiaskan sebagai “ manusia yang sempurna ” saking mempesonanya (lihat QS. Maryam ayat 17). Sedangkan Fatimah, pernah diuji dengan perasaan cintanya kepada Ali yang tumbuh sebelum waktunya. Bagaimana Maryam dan Fatimah menyikapi ujian yang Allah datangkan tersebut ?  Apakah ujian itu kemudian membuat Maryam dan Fatimah jadi baperan ? Nope , jawabannya tentu saja tidak.  Lantas apa yang dilakukan Maryam? Maryam kala itu, memilih untuk bersikap elegan. Ditundukkannya pandangan dengan penuh rasa malu sekaligus takut kepada Allah. Lalu Maryam mengumpulkan segenap keberaniannya dan dengan tegas berkata: “Sungguh aku berlindung kepada Allah yang

Sementara

Pagi ini langit bergemuruh  Kabut hitam di langit mulai mericuh  Tetes demi tetesnya berjatuhan  Sembari lega, begitu saja ia pergi meninggalkan  Perihal aroma hujan  Ia sejuk, menenangkan  Petrichor mereka beri nama  Sayangnya, hanya sementara ia menjelma  Tentang senja setelah hujan  Dusta jika mereka tak tertawan  Warna jingga berbaur merah  Ia sementara, namun bagaimana bisa ia begitu indah?  Akupun tertawan Tertawan rindu, pun nostalgia allahumma shoyyiban naafi'an